Bagi para penziarah makam atau petilasan para nenek moyang (karuhun)
orang Sunda pasti tidak merasa asing dengan nama wisata Batu Quran
(Cibulakan) dengan Sumur Tujuhnya (Cikoromoi) yang merupakan salah satu
tempat wisata ziarah Kabupaten Pandeglang, Banten (tepatnya 20 km dari
kota Pandeglang). Batu Quran ini berkaitan erat dengan nama Syekh
Maulana Mansyur, seorang ulama terkenal di jaman kesultanan Banten abad
ke-15.
Syekh Maulana Mansyurlah yang meninggalkan warisan berupa Batu Quran tersebut (lebih lengkapnya bisa baca
disini). Tapi tahukah kalau yang ada di Cibulakan itu adalah replika dari Batu Quran yang ada di
Sanghyang Sirah,
Taman Nasional Ujung Kulon. Mungkin banyak orang yang belum mengetahui
tentang sejarah Batu Quran yang sebenarnya. Sejarah Batu Quran di
Sanghyang Sirah
berkaitan erat dengan sejarah Sayidina Ali, Prabu Kian Santang dan
Prabu Munding Wangi. Apa alasan Syekh Maulana Mansyur membuat replika
Batu Quran tersebut ?
Mungkin orang sudah banyak mengetahui sejarah masuk Islamnya Prabu
Kian Santang yang diislam oleh Sayidina Ali ketika Prabu Kian Santang
melakukan perjalanan ke jazirah Arab. Setelah masuk Islam, Prabu Kian
Santang kembali ke tanah Jawa di daerah Godog Suci, Garut di mana Prabu
Kian Santang mengajarkan Islam kepada pengikutnya.
Sebagai orang Islam sudah tentu harus dikhitan. Karena keterbatasan
pengetahuan Prabu Kian Santang maka terjadi banyak kesalahan dalam
melakukan prosedur khitan. Bukan yang ujung kulit penis yang dipotong
tapi dipotong sampai ke ujung-ujungnya. Bisa bayangkan pasti banyak yang
meninggal dengan kesalahan tersebut. Akhirnya Prabu Kian Santang
mengutus orang untuk menemui Sayidina Ali di jazirah Arab dengan tujuan
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang baik dan benar tentang Khitan
secara Islami.
Sanghyang Sirah (dok.pribadi)
Kemudian Sayidina Ali dan orang suruhan Prabu Kian Santang pergi ke
Godog Suci untuk memberikan pelajaran cara khitan dan beberapa
pengetahuan tentang Islam. Di samping itu Sayidinna Ali ingin
menyerahkan Kitab Suci Al Qur’an. Sebagai orang Muslim maka sudah pasti
harus berpatokan kepada Al Quran. Karena sejak bertemu pertama kali
Sayidina Ali belum pernah menyerahkan kitab Al Quran kepada Prabu Kian
Santang.
Ternyata sesampainya di Godog Suci, Prabu Kian Santang telah
meninggalkan tempat tersebut dan pergi menemui Prabu Munding Wangi yang
telah tilem di Sanghyang Sirah, Ujung Kulon untuk memberitahukan kepada
ayahandanya kalau beliau telah menetapkan hati sebagai seorang muslim.
Mendengar berita tersebut Sayidina Ali mengejar ke Sanghyang Sirah
sebagai bentuk amanah dan perhatian agar Prabu Kian Santang mempunyai
pegangan yang kuat berupa Kitab Al Quran. Masak sebagai muslim tidak
memiliki Kitab Al Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar